“IBU, MAAFKAN ANAKMU...!” - Uki Media Network
Headlines News :
'

Home » , » “IBU, MAAFKAN ANAKMU...!”

“IBU, MAAFKAN ANAKMU...!”

Written By Unknown on Friday, November 1, 2013 | 1:35 AM

Semoga kisah ini dapat memberikan manfaat bagi kita yang sedang menuntut ilmu.
Dikisahkan, di negeri Arab, ada pemuda yang terhormat karena ketinggian ilmunya. Dia disukai oleh banyak orang karena budi pekerti dan ibadahnya. Ilmunya yang tinggi menyebabkan namanya harum ke seantero negeri. Ibunya sangat bangga mempunyai anak saleh yang dihormati setiap orang. Dimana – mana, namanya menjadi bahan pembicaraan setiap orang.
Tapi, semua itu pupus sudah oleh suatu kejadian yang harus ditanggung oleh sang anak. Peristiwa itu begitu menyakitkan! Suatu hari, pemuda saleh tersebut ingin menuntut ilmu ke Makkah. Dia merasa ilmu yang dimilikinya masih belum cukup. Lantas, dia membujuk ibunya agar mengizinkannya pergi. Dengan deraian air mata, ibunya berkata. “Anakku, kau mutiara bagiku. Kau tentu tahu, ibu hidup berdua denganmu! Jika kau meninggalkan ibu, maka ibu akan hidup sebatangkara. Ibu tentu akan menderita tanpamu jika kau jadi pergi ke Makkah. Ibu sudah tua, ibu tak akan sanggup berpisah denganmu walau sekejap saja, apalagi untuk bertahun – tahun lamanya. Batalkan saja niatmu itu, nak!”
            Pemuda itu sangat kecewa dengan kata – kata ibunya. Tetapi semangatnya untuk menuntut ilmu ke Makkah tidak pernah luntur dari hatinya. Malah dia nekad tetap pergi, karena niatnya sudah tidak dapat dibendung lagi. Maka, keesokan harinya, selepas mengerjakan shalat subuh, dia berangkat ke Makkah tanpa menghiraukan nasihat ibunya lagi.
            Kini, tinggallah ibu yang sudah tua itu sendiri di rumah, sebatangkara, dengan deraian air mata. Hatinya begitu sakit mengingat anaknya yang tak mendengar nasihatnya lagi. “Ya Allah, sungguh anak itu telah membakar hati hamba-Mu dengan kepergiannya, maka, turunkanlah siksa kepadanya.” Setiap kali selesai shalat, ibunya berdo’a seperti itu, karena kejengkelan hati yang teramat dalam dari seorang ibu kepada anaknya. Anak yang dikenal saleh, berbakti, tetapi malah menyakiti hati ibunya.
Dalam waktu yang sama, anaknya sudah sampai di Makkah. Di sana, dia begitu giat mencari ilmu. Dan, pada suatu malam, sebuah musibah menimpa dirinya. Pada waktu itu, ada pencuri masuk ke rumah saudagar kaya raya, tetapi perbuatan itu diketahui oleh tuan rumah. Pencuri itu berlari kencang untuk menyelamatkan diri. Tuan rumah itu terus mengejarnya hingga sampai di sebelah masjid. Karena terlalu panik, pencuri itu terus masuk ke dalam masjid untuk berlindung. Kebetulan, pada saat itu, pemuda itu sedang khusyuk berzikir. Maka, untuk menyelamatkan diri, itulah satu – satunya cara yang dianggapnya paling tepat. Pencuti itu berteriak kencang sambil menudingkan jarinya ke arah pemuda itu.
“Pencuriiiiiiiiiiiiiiii............., Pencuriiiiiiiiiiiiiiiii...........!” Mendengar teriakan itu, tuan rumah tersebut berlari masuk ke dalam masjid dan menangkap pemuda itu, lalu menyeretnya keluar masjid. Kemudian, tuan rumah tersebut mengikat tangannya dan membawanya untuk menghadap raja. Dengan perasaan marah, tuan rumah itu menceritakan segala kesalahan pemuda tersebut. Dan karena pencuri itu memberikan kesaksian palsu sementara pemuda itu tidak mampu mendatangkan saksi untuk dapat menyangkalnya, maka sang raja itu langsung menjatuhkan hukuman berat kepada pemuda itu : kedua kaki dan tangannya dipotong dan kedua biji matanya dicungkil. Denga perasaan sakit, pemuda itu menerima hukuman sang raja.
Setelah hukuman dilaksanakan, sang raja masih memerintahkan agar pemuda itu diarak. Dan, di sepanjang jalan, pegawai – pegawai raja itu berkata kepada orang – orang dengan keras sehingga semua orang dapat menyaksikan dan mendengarnya. “Inilah akibatnya kalau pencuri barang milik orang laiiiinnnn....!” Sewaktu perarakan itu sampai di sebuah pasar, pemuda yang dituduh mencuri itu berkata kepada pegawai raja.
“Wahai pegawai, jangan engkau berkata begitu, sebaliknya berkatalah begini, “Inilah balasan kalau anak mendurhakai ibunya.” Para pegawai yang mendengar kata – kata pemuda itu menjadi heran. Mereka ragu – ragu, apakah ucapan pemuda itu betul atau pura – pura? Akhirnya, mereka menyelidiki latar belakang kehidupan pemuda itu, dan ternyata, pemuda itu bukan pencuri sebenarnya. Dengan perasaan kasihan, para pegawai itu membebaskannya dan mengantarkannya pulang ke rumah ibunya.
Ketika sampai di pekarangan ibunya, para pagawai itu terus meletakkannya di depan rumah. Keadaannya yang cacat menyebabkan dia tidak dapat berbuat apa – apa kecuali memanggil – manggil dari luar. Dari dalam rumah, terdengar ibunya berdo’a. “Ya Allah, apabila telah turun cobaan kepada anakku, kembalikan dia ke rumah ini supaya hamba dapat melihatnya.” Oleh karena dia tidak tahan mendengar do’a ibunya itu, tanpa disadari, air matanya jatuh bercucuran dan tidak bisa dibendung lagi. Lantas, dia berpura – pura menjadi pengemis.
“Ya tuan, berilah hambah sedekah.” Datanglah kesini.” “Bagaimana saya dapat masuk, sedangkan saya tidak mempunyai kaki.” “Kalau begitu ulurkan tanganmu,” jawab ibunya. “Tuan, maafkan hamba, karena saya tidak mempunyai tangan, sebab telah dipotong!” “Kalau begitu, bagaimana aku dapat memberimu makan, sedangkan aku bukan muhrimmu.” “Tuan jangan khawatir, karena kedua mata hamba buta.”
Ibunya yang masih belum mengetahui bahwa orang yang di luar rumahnya itu anaknya, terpaksa keluar membawa sepotong roti untuk disuapkan ke mulut pengemis itu. Ketika roti hendak disuapkan ke mulutnya, pengemis itu terus merebahkan dirinya di pangkuan ibunya sambil menangis. “Ibu, maafkan aku. Aku adalah anak ibu yang telah mengalami nasib seperti ini, karena telah berbuat dosa kepada ibu. Maafkan saya, ibu!” setelah tahu bahwa pengemis itu adalah anaknya, sang ibu terus memeluknya sambil menangis, meraung – raung, karena melihat keadaan anaknya yang mengerikan. Maka, karena tidak sanggup melihat penderitaan anaknya, dia lalu berdo’a.
“Ya Allah, saksikan bahwa semua kesalahan anakku telah hamba maafkan. Tetapi, siksa anakku sungguh mengerikan! Hamba tidak sampai hati melihat keadaan anakku yang cacat sedemikian rupa. Ya Allah, akhirilahnya hidupku bersama anakku ini agar kami tidak menanggung malu.” Dengan kehendak Allah, do’a ibu itu dikabulkan. Dan, akhirnya, dia dan anaknya mati bersama – sama.
Masya Allah, renungilah, petiklah hikmah di dalamnya. Tidak ada alasan bagi kita untuk mendurhakai ibu kita. Sebaik apapun pekerjaan yang ingin kita lakukan ketika tidak mendapatkan ridha dari ibu kita maka tinggalkanlah. Karena itu akan mendatangkan malapetaka bagi kita. Kisah ini dasarikan dari buku “Ajaibnya Do’a Ibu”.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Uki Kifli | Bacalah | Bacalah
Copyright © 2011. Uki Media Network :: Berkembang Dalam Tantangan
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger