Memasuki abad ke-21, isu tentang perbaikan sektor pendidikan di Indonesia mencuat ke permukaan, tak hanya dalam jalur pendidikan umum tapi semua jalur dan jenjang pendidikan, bahkan upaya advokasi untuk jalur pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis, dengan tuntutan sosial equity. Bersamaan dengan itu, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh di bawah negara-negara Asia lainnya. Salah satu indikatornya adalah sektor pendidikan, posisi Indonesia kian turun dari tahun ke tahun. Olehnya itu peningkatan SDM menjadi sebuah keharusan yang mesti menjadi perhatian dalam sektor pendidikan.
Lemahnya
SDM hasil pendidikan yang mengakibatkan lambangnya Indonesia bangkit
keterpurukan sektor ekonomi yang merosot tajam di tahun 1998. hal itu
diakibatkan oleh kekeliruan dalam pembangunan yang cukup lama yang
menekankan pada pembangunan fisik dan kurang serius dalam pembinaan SDM.
Masalah lain adalah rendahnya mutu pendidikan. Indikatornya dapat
dilihat pada prestasi siswa, dalam skala internasional, menurut laporan
bank dunia tahun 1992, di Asia Timur menunjukkan keterampilan membaca
siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Indikator lain yang
menunjukkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari
data UNESCO tahun 2000 tentang peringkat indeks pengembangan manusia
yang menunjukkan penurunan. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia
menempati urutan 112 pada tahun 2000.
Dengan
demikian, gagasan tentang reformasi pendidikan di Indonesia menjadi
sangat relevan, terutama dalam konteks penyiapan SDM yang berkualitas,
yang dimulai dengan perbaikan pendidikan pada semua jenjang pendidikan.
Pandangan di atas setidaknya mereflesikan beberapa faktor penting yang
mendasari pentingnya reformasi pendidikan yaitu :
1.
Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan
indikator rendahnya kualitas rata-rata hasil belajar siswa yang akan
memasuki jenjang perguruan tinggi.
2.
Perkembangan perekonomian dunia yang membuka akses pasar global, yang
semuanya itu merupakan peluang sekaligus ancaman, yang harus dihadapi
dengan kesiapan kualitas SDM kompetitif.
Isu
reformasi pendidikan bukan sesuatu yang baru. Salah satu perubahan
mendasar dari reformasi pendidikan adalah lahirnya Undang-Undang No. 22
tahun 1999, dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Undang-Undang tersebut membawa
perspektif baru yang amat revolusioner dalam konteks perbaikan sektor
pendidikan yang mendorong sektor pendidikan sebagai urusan publik dengan
mengurangi otoritas pemerintah baik dalam kebijakan kurikulum,
manajemen, maupun berbagai kebijakan pengembangan institusi pendidikan
itu sendiri. Arah reformasi pendidikan di awal abad ke-21 ini adalah
demokratisasi dalam pengembangan dan pengelolaan pendidikan.
Joseph
Murphy menyatakan bahwa reformasi pendidikan sangat dipengaruhi oleh
faktor pengembangan ekonomi negara. Kemunduran ekonomi negara merupakan
akibat langsung dari lemahnya sektor pendidikan. Oleh karena itu jika
ekonomi negara ingin bangkit, sektor pendidikan harus diperbaiki, karena
SDM yang akan diluluskannya dapat mempengaruhi maju mundurnya
perekonomian bangsa. Berbagai konsekuensi dari reformasi ini adalah
perubahan-perubahan yang tidak bisa dielakkan, seperti menurunnya peran
birokrasi dalam kebijakan kurikulum operasional karena lebih banyak
ditentukan oleh sekolah dan komite sekolahnya.
Isu
tentang sekolah demokratis di Indonesia memang relatif baru dalam
wacana akademik bidang kependidikan. Istilah demokratis, diambil dari
bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu demos/ rakyat dan
kratos/kekuasaan, yang bermakna kekuasaan ditangan rakyat. Istilah
demokratis memang muncul dan dipakai dalam kajian politik, mekanisme
berdemokrasi dalam politik tak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam
kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah
demokratis adalah membawa semangat demokratis tersebut dalam
perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
Berbagai kondisi yang sangat perlu dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis adalah :
1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal mungkin.
2.
Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan
kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan
sekolah.
3.
Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian
evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang
dikeluarkan sekolah.
4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan publik.
5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.
6.
Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan
demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan
dan bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.
7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokratis.
Sekolah
demokratis juga harus diimbangi dengan perhatian yang kuat terhadap
hak-hak asasi manusia. Persoalan terhadap kesejahteraan guru, serta
semua terkait dengan pengelolaan sekolah harus menjadi perhatian serius,
manajemen harus dilakukan secara terbuka khususnya dalam aspek yang
termasuk wilayah publik harus dikelola secara transparan, sehingga semua
ikut terlibat dalam menentukan dan memutuskannya. Dan hak-hak minoritas
dalam komunitas sekolah diperhatikan sama, tak boleh ada diskriminasi
atas perbedaan apapun.
Pengembangan
sekolah menuju model sekolah demokratis ini relevan untuk dilakukan.
Secara garis besar dikategorikan menjadi dua yaitu typology sekolah abad
21, dan model pembelajaran yang sesuai.
Dalam konteks pertama, bahwa sekolah-sekolah sekarang beberapa kualifikasi ideal, yaitu:
1.
Pendidikan untuk semua, yakni semua siswa harus memperoleh perlakuan
yang sama, memperoleh pelajaran sehingga memperoleh peluang untuk
mencapai kompetensi keilmuan sesuai batas-batas kurikuler, serta
memiliki basis skill dan keterampilan yang sesuai dengan minat mereka,
serta sesuai pula dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Paradigma yang
memisahkan pendidikan akademik sebagai calon untuk memasuki perguruan
tinggi, dan pendidikan keterampilan untuk memasuki pasar tenaga kerja,
sudah tidak relevan lagi, karena perubahan yang menuntut masyarakat
untuk menjadi bagian dari kontribusi untuk kemajuan.
2.
Memberikan skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi
terkini, karena pasar menuntut setiap tenaga kerjanya memiliki
keterampilan penggunaan alat-alat teknologi termodern, kemampuan
komunikasi global, matematika, serta kemampuan akses pada pengetahuan.
3.
Penekanan pada kerjasama, yakni menekankan pada pengalaman para siswa
dalam melakukan kerjasama dengan yang lain, melalui penugasan-penugasan
kelompok dalam proses pembelajaran, sehingga mereka memiliki pengalaman
mengembangkan kerjasama, karena trend pasar ke depan adalah pengembangan
kerjasama, baik antar perusahaan, antar perusahaan dengan masyarakat
dan yang lainnya, sehingga pengalaman mereka belajar akan sangat
bermanfaat dalam articulacy diri di lapangan profesi mereka.
4.
Pengembangan kecerdasan ganda; yakni bahwa para siswa harus diberi
kesempatan untuk mengembangkan multiple intelligence mereka, dengan
memberi peluang untuk mengembangkan skill dan keteramp8ilan yang
beragam, sehingga mudah melakukan penyesuaian di pasar tenaga kerja.
5. Integrasi program pendidikan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, agar mereka memiliki kepekaan sosial.
Demikian
pula dalam aspek pelaksanaan proses pembelajaran, terpenuhinya misi
pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan
setting demokrasi pada siswa dengan memberi kesempatan seluas-luasnya
pada siswa untuk belajar.



0 comments:
Post a Comment