Sebuah kata hikmah
mengatakan:
" If you don't
learning you don't change. If you don't change you die"
(Jika anda tidak
melakukan pembelajaran maka anda tidak akan berubah, jika tidak berubah, maka
anda mati ).
Tawuran antar pelajar
acap kali sering terjadi. Bahkan pada tahun ajaran baru 2001yang baru berjalan
tiga minggu, sebagian pelajar sudah terlibat tawuran. Banyak orang tua siswa
yang mencemaskan kondisi yang memprihatinkan itu. Masyarakat, pada hakekatnya
berharap melalui pendidikan dan proses pembelajaran, putra - putri mereka
menjadi generasi yang terdidik, bermoral berbudi pekerti yang santun, berilmu,
arif dan dewasa secara intelektual. Sebuah kata hikmah mengatakan " If you
don't learning you don't change. If you don't change you die" (Jika anda
tidak melakukan pembelajaran maka anda tidak akan berubah, jika tidak berubah,
maka anda mati ).
Tujuan pembelajaran dan
pendidikan adalah untuk merubah pemahaman. Persepsi aqidah, akhlak, prilaku dan
suluk dari yang salah dan buruk menjadi benar, lurus dan baik. Sungguh sangat
kecewa pada orang tua atau masyarakat jika para pelajar dan mahasiswa tidak
mencerminkan cita-cita dan harapan ideal. Sebuah ungkapan jengkel dari fenomena
kondisi buruk pelajar. "Mereka di didik bukan menjadi ber"iman"
malah jadi "preman". Wal'iya dhu billah "Semoga Allah melindungi
kita".
Kondisi pendidikan
seperti itu mengundang keperhatinan kita semua. Kenapa bisa terjadi ? apa yang
kurang atau apa yang salah dalam pendidikan kita. Apakah kurikulumnya yang
belum pas, guru atau lingkungannya. Sebuah pendidikan tidak bisa lepas dari
tiga komponen tersebut. Ketiga-tiganya harus berjalan saling mendukung. Jika
salah satu elemen tersebut tidak berfungsi seperti yang diharapkan, maka
kualitas (terutama moral) peserta didik kurang baik.
Pada tulisan kali ini
akan dibahas Muwashofat (kriteria) pendidik (Murobbi) yang ideal agar dapat
dijadikan Midyah oleh para Murobbi untuk suksesnya oleh para Murobbi bahwa
mereka memiliki wadoif (tugas-tugas) yang sangat menentukan, diantaranya :
a. Attazkiyah :
mensucikan jiwa dan prilaku agar senantiasa tumbuh mulia dan bersih. Menjaganya
dari tarikan-tarikan negatif serta menjaga kesucian fitrahnya.
b. Atta'lim : mengajarkan
dan mentransfer ma'lumat dan prinsip-prinsip aqidah dalam hati dan akal
Mutarobbi (anak didik) untuk diaktualisasikan dalam prilaku kehidupan
sehari-hari.
Tugas mulia ini disampaikan
oleh Allah dalam surat
"Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian,
lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.(3 / 79),
"Ya Tuhan kami,
utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al
Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". 2 / 129
"Sungguh Allah telah
memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara
mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." 3 / 164.
Muwashofat Pendidik
Muslim
Agar para pendidik
berperan sesuai dengan taklif (beban) dari Allah SWT sebagaimana yang
dibebankan kepada para Rasul dan para pengikutnya, maka sebuah keharusan para
pendidik hendaknya memenuhi beberapa sifat berikut ini :
1. Hendaknya tujuan,
suluk dan fikirannya robban,sebagaimana firman
Allah (Hendaklah kalian menjadi manusia-manusia Robbani ) (QS. 3 / 79). Robbani
adalah mereka yang membangun ketaatan, ketaqwaan pendidik dan penghambaan hanya
kepada Allah SWT. Jika para pendidik menyadari kewajiban ini, maka para peserta
didik juga akan diarahkan ke hadaf (tujuan) tersebut, yaitu untuk menjadi
generasi robbani.
2. Ikhlas.
Ikhlas merupakan
penyempurna dari sifat Robbani. Para murobbi dalam menjlankan tugas
pendidikannya tidak bertujuan kecuali untuk mendapatkan keridhoan Allah dan
sampai pada Haq (kebenaran) yang sesungguhnya jika tidak, maka proses belajar
mengajar itu hanya transfer ilmu belaka. Al ilmu lil'ilmi (ilmu itu hanya untuk
ilmu).
Rosulullah bersabda
" sesungguhnya Allah tidak menerima sebuah amal kecuali jika dikerjakan
dengan ikhlas dan hanya berharap pahala dari sisinya (HR. Abu Daud dan Nasai)
3. Sabar
Hendaknya pada pendidik
memiliki kesabaran yang tinggi dalam upaya mencerdaskan anak didiknya.
Kesabaran dituntut karena kemampuan, level, intelektual dan latar belakang
mereka berbeda-beda. Guru tidak dapat menyamakan kemampuan dirinya dengan
kemampuan murid-murid. Untuk itu guru harus sabar, telaten dan tidak
tergesa-gesa (Adamul Isti'jal)
4. Jujur (Assidq)
Guru, hendaknya jujur
kepada diri sendiri. Tanda-tandanya adalah ia mengaplikasikan ilmunya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga guru itu dapat memberikan contoh yang baik
kepada peserta didik. Jika para murid melihat gurunya bertentangan dengan apa
yang diajarkan, pasati murid-murid itu akan kecewa dan tidak Tsigoh (memberikan
kepercayaan) (QS. 61 : 2)
Tidak heran jika hubungan
antara guru dan murid kasar dan tidak berwibawa, sebab guru tidak dapat ditiru
dan tidak layak dihormati.
Seyogyanya guruharus
menjadi qudwah hasanah (teladan yang baik) bagi semua. Ketika memberikan
perintah atau larangan, maka di harus konsisten dan orang kali pertama yang
memberikan contoh.
5. Menambah wawasan
Hendaknya seorang
pendidik senantiasa meningkatkan kemampuan ilmiyaynya, baik dengan membaca,
berdiskusi bahkan melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Pemahaman serta
pengetahuan yang pas-pasan akan sering melakukan kesalahan. Jika peserta didik
sering melihat gurunya berbuat salah dan keliru, maka ketsigohan murid terhadap
guru pasti menurun. (20/114) (39/9)
Jika ilmu dan pengetahuan
terbatas, apa yang akan diberikan a kepada murid, "Faqidussyai la
yu'yhi" orang yang tidak punya sesuatu, tidak dapat memberikan kepada
orang lain.
6. Hilmu (lapang dada)
Diantara sifat mendasar
yang dapat menunjang keberhasilan proses pendidikan adalah sikap lapang dada
dari para guru. Secara fitri, para siswa sangat merindukan sentuhan kasih
sayang dan sikap lapang dada dari gurunya. Sifat ini mengundang simpati dan
ketertarikan siswa untuk lebih berinteraksi secara intensif dengan pelajaran
dan gurunya. Allah menekankan sifat tersebut dalam firmannya Q.S 3/134, 42 / 43
Rasulullah bersabda
"berilah kemudahan jangan dipersulit berilah khabar gembira jangan
ditakut-ditakuti " (HR. Bukhori Muslim)
7. Mampu mengendalikan
(Adhdhobtuhu wa saithorah)
Seorang guru hendaknya
memiliki kemampuan untuk dapat mengendalikan para siswanya. Pengendalian bukan
berarti bersikap galak dengan menakutkan akan tetapi sebuah sikap yang
proporsional. Bila kondisi menuntut bersikap tegas bahkan sampai pada tahap
memberikan hukuman yang edukatif, maka guru harus bersikap tegas, jika tidak
ada alasan untuk itu, maka guru hendaknya bersikap luwes dengan fleksibel dan
menunjukkan keakraban.
Disamping itu, hendaknya
guru sangat memperhatikan upaya-upaya kemaslahatan dan keluhuran akhlak peserta
didik. Dan guur perlu mengetahui karakter murid yang suka bertindak tidak
disiplin bukan suka usil dan berbuat onar.
8. Mengetahui level
intelektual siswa
Para pendidik harus
memperhatikan mustawa (tingkatan) aqliyah (intelektual) peserta didik serta
kesiapan kejiwaan peserta didik. Sebagaimana Atsar dari Ali bin Abi Tholib
"Berbicaralah / berinteraksilah kamu dengan manusia sesuai dengan
tingkatan pemahaman mereka …………."
Ini berarti para pendidik
harus memiliki latar belakang pendidikan psikologi takwini (pembentukan) dan
tarbawi (pembinaan)
9. Paham terhadap Ghozwul
fiktri
Para pendidik hendaknya
memiliki wa'yu (kesadaran dan kewaspadaan) terhadap gerakan infasi pemikiran
yang disosialisasikan secara intensif oleh musuh-musuh Allah untuk meracuni dan
merusak fikroh, persepsi, syakhsiyah dan suluk generasi muda (remaja) muslim.
Para guru pasti sadar
akan fenomena pola pikir, gaya hidup cara berpakaian dan prilaku siswa-siswi
akhir-akhir ini yang sangat jauh dari karakteristik akhlak islam bahkan dari
budaya bangsa kita sendiri.
Para murabbi hendaknya
menyadari fenomena perubahan itu, kemudian melakukan langkah-langkah penyadaran
dan pencegahan kemudian pembentukan manna'ah islamiyah (immunitas secara
islami) agar para siswa tidak mudah tergoda oleh serbuan dahsyat gozwul fikri
yang acap kali tidak disadari oleh masyarakat muslim termasuk para guru dan
siswa-siswi muslim)
Rosulullah Shollahu
'alaihi wassalam sudah mengingatkan kepada kita akan gejala serangan goswul
fikri secara halus dan samar dengan sabdanya "Sungguh kalian akan
mengikuti sunan (prilaku) orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal
sehingga jika mereka (msuh-msuh Alloh) masuk ke liang biawak sungguh kalian
akan mengikuti mereka"
10. Menyadari mas'uliyah
(Tanggung jawab)
"Satu hal yang tidak
boleh dilewatkan oleh para pendidik dan kita semua adakah Asysyu'ur bilmas'uliyah
(menyadari akan tanggung jawab) pembinaan secara integral dan islami terhadap
generasi muslim dan khususnya para siswa seyogyanya para pendidik secara umum
baik guru agama atau umum memiliki kesadaran kolektif akan tanggung jawab
pembinaan para siswa secara integral. Pembinaan itu mencakup aqidah, kesadaran
ibadah, akhlak karimah, etika sosial yang fitri, peningkatan akademik dan
kedewasaan intelektual. Semua itu adalah tanggung jawab kita semua, terutama
para pendidik yang terlibat langsung dengan para siswa di institusi pendidikan.
Kesadaran ini akan
menghantarkan kepekaan tarbawi kepada para "pendidik" bahwa tanggung
jawab mereka bukan sekedar transfer ilmi dan ma'lumat saja. Akan tetapi mereka,
para guur, memiliki mas'uliyah untuk menghantarkan para siswanya menjadi jail
(generasi) muslim yang robbani, cerdas, pintar dan berakhlak karimah. Para guru
senantiasa mengamati dan mengevaluasi perkembangan siswanya dari berbagai aspek
di atas. Jika itu semua disadari dan dilakukan oleh para guru dan oleh kita
semua, maka Insya Allah, generasi muslim dan para siswa tidak seperti yang kita
khawatirkan selama ini. Generasi dan siswa-siswi yang terdidik dan terbina oleh
sentuhan tangan-tangan profesional dan robbani, insya Allah akan menjadi
"anasir taqyir" agen-agen perubah yang dapat menegakkan dinullah dan
dapat mengharumkan peradaban Islam. Amin



0 comments:
Post a Comment