SIYASAH SYAR’IYAH : KARAKTER POLITIK ISLAM - Uki Media Network
Headlines News :
'

Home » , » SIYASAH SYAR’IYAH : KARAKTER POLITIK ISLAM

SIYASAH SYAR’IYAH : KARAKTER POLITIK ISLAM

Written By Unknown on Saturday, October 27, 2012 | 5:25 AM

Istilah siasah dimana pendekatan makna dari siasah ini lebih dekat kepada makna pelayanan dibandingkan makna kekuasaan. Siasah berasal dari istilah yang populer pada masa Rasulullah SAW yaitu istilah siyasatu al faras, kata siasah yang dinisbatkan kepada pengurusan dan pelayanan seekor kuda. Sehingga paradigma yang coba dibangun dalam Islam adalah politik Islam yang berorientasi pada pelayanan. Makna siasah Islam juga dapat dilihat dari konteks berorientasi pelayanan dimana dalam bahasa arab kata imam atau amir berarti seseorang yang ada di depan atau memerintah dan sekaligus menjadi orang yang ada di belakang atau diperintah. Sebab kata benda fa’il kadang kadang juga berarti maf’ul, oleh karena itu Imam Ibnu Taimiyah mengartikan firman Allah “Dan jadikanlah kami imam bagi orang orang-orang yang bertakwa”, menjadi “Dan jadikanlah kami ma’mum bagi orang-orang yang bertakwa”. Penulis mencoba mengangkat lima karakter utama dari Siasah Islam yang disarikan dari buku Karakteristik Politik Islam karya Ustadz Abu Ridha , diantaranya adalah : a) Rabbaniyah, b) Syar’iyah, c) Adil, d) Moderat (Wasathiyah) dan e) Memerdekakan.
 
Rabbaniyah, berarti seluruh aktivitas siasah mengacu kepada hukum atau nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT dan keteladanan Rasulullah SAW, maka semua konsepsi dan penerapan siasah Islam mengacu kepada sumber-sumber rabbaniyah. Kita dapat melihat perjuangan Rasulullah yang memiliki karakteristik rabbaniyah, dimana tergambar dalam doa Rasulullah ketika hendak berhijrah ke Yastrib beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdoa, “ Dan katakanlah : Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS Al Isra : 80). Dalam doa tersebut Imaduddin Khalil menilai ketidakterpisahan antara masyi’ah (kehendak) Allah dan iradah basyariyah (upaya manusia), ketidakterpisahan antara nilai-nilai Ilahiyah dan upaya menerapkannya di dalam kehidupan.
Syar’iyah, yang berarti semua penerapan kekuasaan siasah harus memperoleh legalitas syariah. Dimana syariah menjadi dasar legalitas terhadap seluruh tingkah laku dan posisi manusia di dalam kehidupan. Secara dasar pengambilan kebijakan siasah Islam berada di dalam ranah inisiasi yang terbuka yaitu dalam lapangan ijtihad (pemikiran analogis perseorangan) dan ijma’ (konsesus kolektif) tetapi harus tetap berada dalam koridor syariah. Siasah Islam menjadikan syariah sebagai kerangka utama dan penentu bagi gerak perilaku seorang muslim maka peraturan yang berada ddalam Kitabullah menjadi dasar konstitusi dan perilaku siasah setiap muslim. Al Mawardi menyatakan syariah memiliki posisi menentukan sebagai sumber legitimasi terhadap realitas kekuasaan dimana ia memadukan antara realitas kekuasaan dan identitas siasah, agama menjadi ukuran justifikasi kepantasan atau kepatutan siasah yang menyebabkan ia berhak menjalankan kekuasaan.
Adil, menurut salafu as-shalih keadilan ialah “meletakkan sesuatu di tempatnya tanpa melampaui batas”.Setinggi-tinggi derajat keadilan adalah keadilan akidah dalam mengakui keesaan Allah SWT, hak-Nya untuk disembah bukan ditentang, disyukuri bukan diingkari, diingat bukan dilupakan. Beberapa landasan dalil yang memerintahkan manusia agar berlaku adil adalah : “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan....” (QS Al Hadid : 25), “Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehingga kamu tidak berlaku adil, Berbuat adillah, itulah yang lebih dekat kepada takwa.” (QS Al Ma’idah : 8). Ibnu Taimiyah menyatakan, “Keadilan adalah sistem dari segala sesuatu. Apabila urusan dunia ditangani secara adil maka dunia akan tegak berdiri, walaupun yang menerapkannya orang yang tidak mendapatkan kebahagiaan di akhirat, Dan apabila urusan dunia tidak ditangani dengan keadilan maka dunia tidak akan pernah tegak meskipun yang menanganinya seseorang yang memiliki keimanan”.
Wasathiyah, sebuah karakteristik khas yang dimiliki oleh Islam sebagai agama yang universal, untuk seluruh alam.Dr ‘Imarah menjelaskan, makna dari wasathiyah adalah kebenaran di tengah dua kebathilan, keadilan di tengah dua kezaliman, tengah-tengah di antara dua ekstremitas. Dalam siasah Islam perhatian kepada kepada kepentingan kesejahteraan manusia yang bersifat jasadi (material) sama dengan perhatiannya kepada kepentingan kesejahteraan manusia yang bersifat ruhi (spriritual), dalam pandangan Islam dua hal tersebut memiliki hak yang sama untuk ditunaikan secara proporsional. Refleksi kemoderatan Islam dapat dicermati melalui hadis-hadis berikut : Dari Abu Hurairah r.a.,dari Nabi Muhammad saw. Ia bersabda, “Sesungguhnya agama ini mudah dan orang yang memberat-beratkan agama akan terkalahkan dengan sendirinya. Oleh karena itu bertindaklah tepat, dekatilah (ketepatan). Gembirakanlah, dan carikanlah pertolongan di waktu pagi, waktu tergeliincir matahari dan sedikit dari waktu sore.” (HR Bukhari). Kita juga dapat menilai karakter wasathiyah ini di dalam Al Quran, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS Al Isra : 29)
Memerdekakan, siasah kemerdekaan dalam Islam bertujuan membebaskan manusia dari perbudakan fisik, pemikiran ataupun mentalitas. Kesaksian tauhid “tidak ada Ilah yang patut disembah, selain Allah,” adalah landasan siasah kemerdekaan yang sesungguhnya. Sebab kesaksian itu, menurut Dr. Imarah, mengandung pesan revolusi kebebasan manusia dari setiap bentuk thagut dan dari semua penuhanan selain kepada Allah SWT. Pada hakikatnya sasaran dakwah Islam adalah membebaskan dan memerdekakan, Kata-kata Rib’i bin Amr yang diucapkan di hadapan panglima Rustum benar-benar mencerminkan missi dakwah Islam meujudkan kebebasan dan kemerdekaan dalam arti yang hakiki, : “Aku datang diutus untuk membebaskan manusia dari penghambaan sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata, dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia akhirat dan dari tirani agama-agama menuju keadilan Islam.”
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Uki Kifli | Bacalah | Bacalah
Copyright © 2011. Uki Media Network :: Berkembang Dalam Tantangan
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger