MENGAPA PARA
AKTIFIS GERAKAN ISLAM
HARUS MENJAUH DARI
SIKAP EKSTREM DALAM
BERAGAMA?
( ألصحوة ألإسلا مية بين الجهود والتطرف )
ألدكتور يوسف ألقرضا وي
DEFINISI
Ekstrem (تطرف)
: Menurut etimologis bahasa Arab (لغة) bermakna berdiri di tepi, jauh
dari tengah. Dlm bahasa Arab awalnya digunakan untuk hal yg materil, misalnya
dlm berdiri, duduk atau berjalan. Lalu kemudian digunakan juga pd yg abstrak
seperti sikap menepi dlm beragama, pikiran atau kelakuan.
DALIL2
SYARIAT YG MELARANG
SIKAP EKSTREM
Islam memerintahkan ummatnya bersikap adil dan moderat sesuai al-Qur’an dan
as-Sunnah :
Demikianlah KAMI jadikan kamu ummat yg adil dan moderat
(wasathan) supaya kalian menjadi saksi atas manusia (QS 2:143).
TAFSIR AYAT :
1. ألوسط =
ألعدل,
asal bahasanya diambil dari kata “Yg terbaik dlm segala sesuatu adalah yg
paling adil.“ Dlm hadits yg diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dr Abu Sa’id
al-Khudri ra : Bahwa Nabi SAW membacakan ayat ini lalu bersabda : Maksudnya
adalah yg adil (berkata at-Tirmidzi hadits ini Hasan Shahih).
2. Dlm ayat yg lain (QS al-Qalam-28) disebutkan ‘أوسطهم’ yg bermakna ‘أعدلهم’ (yg paling adil dan baik diantara
mereka).
3. Dlm bahasa Arab disebutkan ‘وسط الودي’ artinya tempat yg terbaik
dan terbanyak buah dan airnya. Dan وسط artinya menjauh dr sikap berlebihan
dan pengabaian, yg dimaksud ayat ini yaitu agar umat Islam terjauh dari sikap
berlebihan dlm beragama seperti ummat Nasrani dan pengabaian seperti ummat
Yahudi.
4. Dari Ali ra : “Senantiasalah kalian berada pd kelompok yg adil dan
moderat, yg padanya orang2 yg ekstrim harus mundur dan orang yg mengabaikan
harus maju.“
5. Tidak disebut pertengahan jk hanya ada 2 kelompok saja, ‘ألوسط’ (dg sukun pd huruf sin) maknanya
didepan memimpin, seperti pd kalimat ‘صليت وسط القوم’ (saya shalat di depan kaum) atau ‘أقعد وسط الدار‘ (saya duduk di depan rumah).
6. Berkata Imam al-Jauhari dlm tafsirnya : Setiap tempat yg terbaik
diantara tempat2 yg lain disebut وسط.
Islam juga melarang sikap berlebihan dan ekstrem dlm menafsirkan ayat
maupun hadits serta dlm bersikap, dlm firman-NYA :
Wahai ahli Kitab janganlah kalian bersikap ekstrem
(ghuluw) dlm agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu kaum
sebelum kalian yg telah sesat dan menyesatkan banyak orang. (QS 5:77)
TAFSIR AYAT :
-لا تغلو ...
= Artinya jangan melampaui batas, yaitu orang Yahudi yg menyatakan bahwa nabi
Isa as adalah anak zina, dan orang Nasrani yg menyatakan bahwa Nabi Isa as
adalah anak ALLAH. ‘Ghuluw’ adalah sikap ekstrem dan tdk adil (baik berlebihan
ataupun berkurangan).
- لا تتبع أهوا أكم...
= ‘Ahwa adalah jamak dari ‘hawa’ dan dinamakan ‘hawa’ karena menggiring (yahwi)
pelakunya ke neraka.
- قد ضلوا من قبل...
= Berkata Mujahid dan al-Hasan bahwa maksudnya adalah orang2 Yahudi.
- و أضلوا كثيرا...
= Yaitu menyesatkan manusia pada umumnya
- و أضلوا عن سوا
األسبيل... = Maksudnya mereka telah sesat dari keadilan sebagaimana yg
dibawa oleh agama Nabi Muhammad SAW. Diulanginya kata ‘ضلوا’ sampai 3x bermakna penegasan bahwa
mereka sdh sesat sblmnya dan juga sesudahnya. Yg maksudnya bhw kesesatan tsb
diwariskan oleh para imam dan pemimpin mereka sblmnya yg kemudian diadopsi lbh
jauh oleh para pengikutnya.
Dari kedua ayat ini hendaknya para aktifis gerakan Islam merenungkannya
sedalam2nya bahwa kerusakan dan penyimpangan ummat dari masa ke masa
diakibatkan oleh sikap menjauhi moderasi dan keadilan serta mengambil sikap yg
ekstrem baik dlm berlebihan ataupun berkurangan, pelajaran yg tinggi tentang
bagaimana kesudahan ummat terdahulu yg berlebihan dlm agama (Nasrani) dan berlonggar-longgar dlm beragama (Yahudi )
hendaknya menjadi pelajaran berharga untuk tdk diulangi lagi oleh ummat ini.
Dalil2 syariat selalu menyeru ummat Islam, apalagi para da’i dan aktifis
Islamnya, kepada sikap adil (عدل), moderat (وسط), seimbang (توازن) dan melarang berlebih2 an yg
diistilahkan dg ekstrem (غلو), sok pinter dan sok konsekuen (تناطع), mempersulit dan meperberat (تشدد). Coba lihat dalil2 berikut ini :
1. Bersabda Nabi SAW : “Hindarkanlah oleh kalian sikap ekstrem dlm
beragama, karena sebenarnya orang2 sebelum kalian telah sesat karenanya” (HR
Ahmad dlm musnadnya, Nasa’i dan Ibnu Majah dlm sunannya, serta al-Hakim dlm
al-Mustadrak dari Ibnu Abbas ra).
2. Bersabda Nabi SAW : “Binasalah orang2 yg mutanathi’un! Binasalah orang2
yg mutanathi’un! Binasalah orang2 yg mutanathi’un!” Imam Nawawi dlm syarah Shahih Muslim
berkata : Al-Mutanathi’un adalah org yg sok berdalam2 ketika membahas suatu
permasalahan, sehingga penafsiran dan pendapatnya melampaui batas (Shahih
Muslim dari Ibnu Mas’ud).
3. Bersabda Nabi SAW : “Janganlah kalain memberat2 kan suatu permasalahan
agama, karena suatu kaum telah memperberat diri mereka sendiri sehingga ALLAH
pun memperberat atas mereka” (HR abu
Ya’la dlm musnadnya dari Anas bin Malik ra).
4. Bahkan Nabi SAW sangat marah kepada sahabatnya Mu’adz ra ketika Mu’adz
menjadi imam bagi orang banyak dan memanjangkan bacaannya sehingga memberatkan
para ma’mum dibelakangnya. Sehingga kata Nabi SAW : “Apakah kamu mau
menimbulkan bencana hai Mu’adz?!” (HR
Bukhari).
5. Nabi SAW pun senantiasa menasihati para sahabatnya saat berangkat untuk
menyiarkan Islam dg sabdanya : “Permudahlah oleh kalian semua dan jangan
dipersulit, gembirakanlah mereka dan jangan disusahkan, bersepakatlah dg mereka
dan jangan berselisih.” (HR Bukhari Muslim).
Maka bagaimanakah jika kita menyaksikan sikap nabi kita SAW yg begitu
pengasih, begitu lembut dan begitu pemaaf dlm memilih fatwanya kepada orang
lain... Sementara ada orang yg mengaku pembela2 nya kemudian mengesankan sikap
yg kasar dan mencari pendapat yg paling keras dlm bersikap dan berfatwa, dan
berargumen bahwa ini termasuk wala’ dan bara’??
TANDA-TANDA
EKSTREMITAS DALAM BERAGAMA
1. Ta’ashub (fanatisme buta) pd satu pendapat dan menyalahkan pendapat yg
berbeda dengannya walaupun pendapat yg lain itu terdapat dalil yg kuat.
Hal ini misalnya dg menuduh fasik dan durhaka kepada
orang yg berbeda pendapat dengannya. Yg sangat mengherankan adalah diantara
mereka hanya menerima ijtihad bagi dirinya dan kelompoknya dlm masalah2 yg
sangat pelik dan rumit istinbath hukumnya, tetapi menolak ijtihad para ulama
spesialis baik perorangan maupun kelompok untuk berijtihad berbeda dg pendpt
mereka tsb.
Seolah2 mereka berkata pd anda : “Hakku untuk
berbicara dan berpendpt dan kewajibanmu hanyalah mendengarkan dan taat.
Pendapatku benar dan tdk pernah salah sementara pendptmu salah dan tdk pernah
benar.”
Yg lbh berbahaya lagi jk sikap ini diikuti dg membawa
tongkat pemukul, yg bukan terbuat dr besi atau kayu melainkan berupa tuduhan
seperti bid’ah , kufur, sesat, dsb. Kita berlindung kepada ALLAH SWT dr yg
demikian...
2. Mewajibkan kepada manusia sesuatu yg tdk diwajibkan ALLAH SWT atas mereka. Tidak ada larangan bagi seseorang untuk mewajibkan untuk dirinya ttg
suatu pendapat sepanjang bedasarkan dalil, tetapi syariat tdk dpt menerima jika
ia lalu mewajibkannya juga kepada orang lain, karena kemampuan dan keinginan
ummat berbeda2, bukankah ALLAH SWT berfirman ttg sifat Nabi SAW : “...menghalalkan
segala yg baik bagi mereka mengharamkan segala yg buruk, serta membuang beban2
berat dan melepaskan belenggu yg ada pd diri mereka.” (QS al-A’raaf:157)
Termasuk dlm hal ini adalah juga mengkafirkan hanya
karena mereka berbeda dlm hal2 yg masih diperselisihkan dan memungkinkan
terjadinya perbedaan dlm penafsiran dan istinbath hukumnya.
3. Selalu memperberat saat ada kesempatan untuk memilih.
Seperti memperlakukan negara bukan Islam sebagai negara
Islam, atau memperlakukan aturan Islam secara ketat bagi semua kaum muslimin
tanpa melihat tingkat keimanan dan pengetahuan mereka ttg Islam. Hendaknya
pendekatan fiqh dakwah digunakan saat mensikapi dan menyampaikan dakwah, yaitu
memusatkan pd hal2 yg ‘ushul’ (pokok, dasar) dlm agama, dan pendekatan fiqh
dakwah ini merupakan ketetapan sunnah Nabi SAW, sebagaimana pesan Nabi SAW saat
mengutus Mu’adz untuk berdakwah ke Yaman (HR Bukhari Muslim).
Seperti sikap bersikeras melarang duduk di atas kursi dg
alasan hal tsb bukan sunnah Nabi SAW, melarang wanita berbicara dlm diskusi
karena takut terkena fitnah, melarang menggunakan celana karena merupakan cara
orang Barat, mewajibkan memakai gamis, dsb.
4. Mudah memvonis dan mengkafirkan.
Padahal ALLAH SWT menyebutkan dlm al-Qur’an : “Serulah
manusia kepada jalan RABB-mu dg hikmah dan pelajaran yg baik. Dan bantahlah
mereka dg cara yg lebih baik.” (QS an-Nahl:125). Dlm ayat yg lain
disebutkan : “Maka karena rahmat ALLAH kepadamu maka kamu bersikap
lemah-lembut kepada mereka, dan jika sekiranya kamu bersikap keras dan berhati
kasar maka mereka akan lari dr sekelilingmu.” (QS ali-Imran:153).
Bahkan kepada Fir’aun saja untuk dakwah pertamanya ALLAH
SWT memerintahkan Musa as untk bersikap lembut : “Pergilah kamu berdua
kepada Fir’aun sesungguhnya ia telah durhaka. Bicaralah kamu berdua kepadanya
dg lembut, mudah2 an ia menjadi ingat dan takut.” (QS Thaha:43-44) Barulah setelah Fir’aun
menolak dan mengabaikan dakwah, maka Musa as mendoakan kecelakaan untuknya.
5. Buruk sangka (su’uzhan) kepada para Ulama Islam.
Yaitu memandang mereka selalu dg kacamata hitam, selalu
menyembunyikan kebenaran dan kebaikan mereka dan membesar2 kan keburukan dan
kesalahan mereka. Mereka menganggap kesalahan kecil dlm masalah ijtihad
sekalipun sebagai sebuah dosa besar dan menabuh genderang perang thd pelakunya.
Jika ada sebuah fatwa yg mengandung 2 kemungkinan yaitu
kebaikan dan keburukan, maka mereka serta-merta mengambil sisi buruknya, hal
ini sangat berbeda dg sikap salafus-shalih yg selalu berkata : “Sungguh aku
selalu mencarikan alasan pembenaran bagi pendapat saudaraku sampai 70 kali,
setelah itu akupun masih berkata : Mungkin masih ada alasan lain yg blm
kuketahui..” Nabi SAW bersabda : “Jika kalian mendengar seorang
menyatakan : Manusia lainnya telah celaka, maka org itulah yg paling celakan
diantara mereka.” (HR Muslim)
6. Bahaya pengkafiran.
Akumulasi dr ekstremitas mencapai puncaknya jk seorg sdh
bermain dg label pengkafiran. Sikap inilah yg telah membinasakan kaum Khawarij,
sekalipun mrk adalah kaum plg hebat dlm pelaksanaan berbagai ibadah dlm sejarah
Islam, tetapi mereka celaka karena tlh terjerumus kepd jurang pengkafiran kepd
ummat Islam yg lain bahkan pd para ulama ummat seperti khalifah Ali ra.
Kelompok ini karena kerendahan ilmunya tdk mengetahui bgm
kemarahan Rasul SAW yg luarbiasa thd anak dr anak angkatnya yg plg disayanginya
yaitu Usamah bin Zaid ra, ketika mendengar Usamah membunuh seorg kafir yg tlh
mengucapkan syahadah saat terdesak dlm peperangan. Walaupun Usamah ra telah
memberikan argumentasi : “Wahai RasuluLLAH ia hanya mengucapkan itu karena
takut dg pedang.” Maka jawab Nabi SAW : “Mengapa tdk engkau belah
dadanya (jika bisa mengetahui isi hatinya)?” Maka jawab Usamah ra : “Ya
RasuluLLAH, mohonkan ampun bagi saya.” Maka
jawab Nabi SAW : “Apakah yg akan engkau perbuat jk nanti di hari Kiamat
berhadapan dg La ilaha illaLLAH??” Selanjutnya
kata Usamah ra : “Tdk henti2nya Nabi SAW mengulang2 pertanyaannya itu,
sampai aku menginginkan alangkah inginnya jk saat itu aku baru masuk Islam
karena takutnya.”
WaliLLAHil hamdu wal minah...



0 comments:
Post a Comment