SELAMA masa
pemerintahan kolonial, Islam di Batavia terus berkembang. Orang-orang
dari berbagai suku bangsa di Nusantara, seperti Sunda, Jawa, Bugis,
Banjar, Banda, Bali, Ambon, dan lainnya, serta dari berbagai negeri,
seperti Arab, Turki, Persia, Mesir, India, Cina, Patani-Thailand,
Kamboja, dan Birma, berdatangan dan menetap di Batavia. Mereka menetap
di perkampungan yang terpisah, tetapi interaksi dagang dan juga
keagamaan berjalan dan berkesinambungan di antara mereka. Bahasa
pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu (Tjandrasasmita, 2009:
143-4).
Keberadaan masjid-masjid tua di Jakarta menjadi saksi bisu
berkembangnya gairah keagamaan di kota ini sejak masa yang lama.
Masjid-masjid tua yang masih ada hingga sekarang ini telah berdiri sejak
abad ke-18, bahkan abad ke-17. Alwi Shihab mencatat bahwa masjid
Salafiah di Jatinegara Kaum merupakan pengembangan dari sebuah mushala
yang dibangun oleh Pangeran Ahmad Jaketra pada tahun 1620, hanya satu
tahun setelah ia dan keluarganya kalah dari VOC dan terusir keluar dari
Batavia (Shihab, 2004: 91).
Masjid-masjid tua lainnya di Jakarta antara lain: Masjid Langgar
Tinggi (1740), Masjid Bandengan (1749), Masjid Angke (1761), Masjid
Tambora (1761) yang didirikan oleh Haji Mustoyib Ki Daeng, Masjid Kebon
Jeruk (1785/6) yang didirikan oleh seorang Tionghoa Muslim, Tamien Dosol
Seeng, Masjid al-Ansor (1848), masjid al-Mansur (abad ke-18), serta
masjid Marunda (abad ke-17/ 18). Selain itu ada juga Masjid Luar Batang
(1739) yang dibangun oleh Sayid Husein bin Abu Bakar al-Aydrus. Makam
Sayid Husein yang terletak berdampingan dengan Masjid Luar Batang hingga
kini masih menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi orang, baik dari
Jakarta maupun dari kota-kota lainnya (Tjandrasasmita, 2009: 156).
Pada masa-masa ini Batavia merupakan salah satu sentra jaringan ulama
di Asia Tenggara dan pada awal abad ke-20 ia merupakan salah satu pusat
pergerakan Islam yang penting. Batavia, bersama Singapura, menjadi
tempat transit jamaah haji serta para pelajar dan ulama Nusantara yang
hendak berangkat atau pulang dari Timur Tengah. Komunikasi antara para
ulama Batavia dengan para ulama Hijaz terkait dengan persoalan-persoalan
keagamaan yang berkembang di Nusantara serta permintaan akan fatwa juga
kerap terjadi (Laffan, 2003: 26). Jaringan intelektual ulama di Batavia
pada penghujung abad ke-19 hingga abad ke-20 mengambil peranan yang
penting.
Tokoh yang cukup menonjol pada masa ini antara lain Sayyid Usman bin
Abd Allah bin Yahya (1822-1913) yang dikenal sebagai mufti Batavia.
Terlepas dari hubungan dekatnya dengan Snouck Hurgronje dan pemerintah
kolonial serta sikapnya yang berseberangan dengan gerakan modern Islam
yang muncul kemudian, sumbangan keilmuannya serta peranannya dalam
penerbitan risalah-risalah keislaman cukup besar. Beliau memiliki banyak
murid yang meneruskan tradisi keilmuan di Batavia, di antaranya adalah
Habib Ali bin Abd al-Rahman al-Habsyi (1869/70-1968) yang kemudian
mendirikan majelis taklim di Kwitang, Jakarta Pusat. Majelis taklim yang
diadakan setiap hari Ahad pagi itu berkembang pesat dan dihadiri banyak
orang.
Di antara murid Habib Ali al-Habsyi adalah KH Abdullah Syafei,
pendiri majelis taklim Asyafiiyah, KH Tohir Rohili, pendiri majelis
taklim Tahiriyah, serta KH Abdulrazak Makmun dan KH Zayadi
(artikel.pelajar-islam.or.id). Para ulama ini kemudian melanjutkan
tradisi keilmuan di Batavia sehingga majelis-majelis taklim banyak
bermunculan di penjuru Jakarta.
Di samping berkembangnya majelis taklim yang bercorak tradisional,
Batavia juga menjadi salah satu pusat pergerakan Islam yang penting di
awal abad ke-20. Jamiat Khayr, organisasi serta sekolah modern Islam
pertama di Indonesia ditubuhkan di Batavia. Organisasi Jamiat Khayr
berdiri pada tahun 1901 (Mobini-Kesheh, 1999: 36) sementara sekolahnya
berdiri pada tahun 1905 (Noer, 1994: 68). Walaupun organisasi yang
didirikan oleh kalangan keturunan Hadrami ini kemudian mengalami
perpecahan dan kemunduran, tetapi gerakan-gerakan modern Islam lainnya
terus bermunculan dan memainkan peranan penting dalam proses kemerdekaan
Indonesia.
Setelah kemerdekaan, nama Batavia diganti menjadi Jakarta. Warna
Islam masih terlihat jelas di berbagai belahan Jakarta hingga sekarang
ini. Masjid-masjid dengan pengajian dan majelis-majelis taklimnya serta
suara azan yang bersahutan di setiap waktu shalat masih menjadi ciri
khas kota Jakarta. Ekspresi Islam juga terlihat pada sekitar seratus
nama jalan di Jakarta sekarang ini yang menggunakan nama-nama haji
tertentu (Nas and Grijns, 2000: 17). Walaupun kota ini sudah berusia
ratusan tahun dan semakin padat oleh penduduk, Islam tampaknya tak jua
memudar dan menjadi senja di ufuk kota Jakarta.*/Kuala Lumpur, 23 Syawal 1433/ 10 September 2012
1 comments:
PERUSAHAAN LEMBAGA KEUANGAN TERBAIK DAN TERBESAR DI INDONESIA
LOWONGAN : PROFESIONAL STAFF/MANAGER ( RECRUITMENT DEPT/HRD AND FINANCIAL ADVISOR )
( Penghasilan : Rp.10 Juta - 40 Juta/Bulan , 110 Juta/Bulan setelah tahun ke-4)
Lokasi Kerja di : Jakarta, Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor
Persyaratan dan Benefit:
- Pria atau Wanita
- Usia 20- 45 tahun
- Min. lulusan SMA,SMK,D3 dan S1
- Rate Penghasilan : Rp.10 Juta-Rp.40 Juta/ Bulan
- Mampu berkomunikasi dengan baik
- Mampu bekerja dalam Team work
- Dapat mengoperasikan komputer
- Suka Tantangan
- Mau belajar
- Mau bekerja keras
Kirim lamaran dan CV Anda via Email :
E-mail ke : smartvisi@yahoo.co.id
cc : hrd@smartvisi.com
Hanya CV yang masuk melalui Email dan kandidat yang memenuhi syarat yg akan kami proses lebih lanjut di kantor kami :
APL Tower lantai 33
Jl. Jend. S. Parman Kav. 28
Grogol-Jakarta Barat - 11470
Post a Comment